Kamis, 14 Januari 2016

PRASANGKA. DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME




1.    PERBEDAAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
Sikap negative terhadap sesuatu disebut prasangka, walaupun ada yang bersifat positif. Dalam kondisi persaingan untuk mencapai akumulasi materil tertentu atau meraih status social bagi suatu individu atau kelompok social tertentu, pada suatu lingkungan dimana norma dan tata hokum dalam kondisi goyah, dapat merangsang munculnya prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tidak dapat dipisahkan. Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar.  Apabila muncul suatu sikap berpraangka dan diskriminatif terhadap kelompok social lain, atau terhadap suatu suku bangsa, kelompok etnis tertentu, bisa jadi akan menimbulkan pertentangan sosialyang lebih luas.

A.    SEBAB TIMBULNYA PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
-          Berlatar belakang sejarah.
-          Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio-kultur dan situasional.
-          Bersumber dari dari factor kepribadian.
-          Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama.

B.     DAYA UPAYA UNTUK MENGURANGI/MENGHILANGKAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
-          Perbaikan kondisi  social ekonomi.
-          Perluasan kesempatan belajar.
-          Sikap terbuka dan sikap lapang.


2.    ETNOSENTRISME
Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah sesuatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam. Hal tersebut dikenal sebagai ETNOSENTRISME, yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai dan norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.
Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala social yang universal, dan sikap yang demikan biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Dalam tingkah laku berkomunikasi Nampak canggung, tidak luwes. Akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi.


Minggu, 10 Januari 2016

AGAMA DAN MASYARAKAT


AGAMA DAN MASYARAKAT
Kaitan agama dengan masyarakatbanyak dibuktikan oleh engetahuan agama yang meliputi penuisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan social, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan tentang Tuhan dan kesadaran akan maut. Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal yang normative. Salah satu akibat tidak terlembaganya agama adalah “ANOMI” yaitu keadaan disorganisasi social dimana bentuk social dan kultur yang telah mapan menjadi ambruk. Disebabkan oleh hilangnya solidaritas kelompok lama dimana individu merasa aman dan responsive dengan kelompok tersebut ambruk, tumbangnya persetujuan terhadap nilai dan norma yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.

1.     FUNGSI AGAMA
a.       Dalam pengukuhan nilai bersumber pada kerangka acuan   yang sacral.
b.      Dibidang social adalah fungsi penentu.
c.      Sebagai sosialisasi individu ialah individu.

Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama, dimensi komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984) :
a.       Dimensi keyakinan mengandung harapan.
b.      Praktek agama mencakup perbuatan memuja dan berbakti.
c.       Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta.
d.      Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan.
e.       Dimensi konsekuensi dari komitmen religious.
Masyarakat Industri Sekular bercirikan dinamika dan semakin berpegaruh terhadap semua aspek kehidupan sebagian besar penyesuaian terhadap alam fisik.  Watak masyarakat secular menurut Roland Robertson (1984) tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan agama peranannya sedikit. Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaandan pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggotanya.

2.     PELEMBAGAAN AGAMA
Agama begitu universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak memahami agama akan sukar memahami masyarakat. Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tipe –tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh ( Elizabeth K. Nottingham, 1954 ) :
a.       Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai Sakral, masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang.
b.      Masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang, keadannya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi.
Agama melalui wahyunya atau kitab sucinya memiliki petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat didunia dan akhirat, dalam perjungannya tidak boleh lalai. Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “Perubahan Batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasikeagamaan.